Part 3
“Jangan pernah sentuh milik gue, tangan elu
penuh dengan kuman” ucapnya cuek, tak ada ucapan terima kasih tapi kata hinaan
yang malah keluar dari mulut pria itu. Pria itu pun pergi meninggalkan Camel
yang mendecak kesal seraya memberikan tatapan kesalnya pada punggung pria itu.
“Dasar cowok nyebelin bukannya bilang terima
kasih malah mkenghina, kalau tau dapat respon gini mending tadi tak
kukembalikan kalau perlu dibakar setelah menjadi debu baru kukasih ke dia”pikirnya.
Camel menghentakkan kakinya dengan kesal lalu pergi dari tempat ini yang
sudah dua kali membuatnya sial.
___________
Bersandar pada pohon seraya menikmati udara sekitar, melihat anak - anak yang
sedang bermain dengan riangnya adalah hal biasa tapi khusus hari ini harus
diralat bahwa ada hal aneh yang terjadi.
Melihatnya tertawa dengan lebarnya, sesekali ikut bermain dengan anak-anak
sukses membuat seorang gadis berumur 17 tahun itu terperangah lebar. Bahkan dia
sulit mendiskripsikan apa yang terjadi, apa dia sedang berhalusinasi atau
sedang bermimpi buruk.
Bug. Lemparan bola tepat terarah ke keningnya yang tak tertutup poni membuatnya
tertarik secara paksa dari lamunannya, tangan kanannya mulai digerakkan untuk
mengusap keningnya yang terasa sakit, matanya menatap bola yang terjatuh di
tanah.
Tatapannya tak tertuju pada bola lagi tapi pada seseorang yang tengah mengambil
bola itu, ia terus menatap orang itu tanpa mengalihkan perhatiannya.
Sadar ada yang memperhatikannya, dia mendongakkan kepalanya melihat siapa yang
melihatnya, wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun saat melihat gadis itu.
Tanpa minta maaf karena tanpa sengaja melempar bola ke gadis itu, ia berbalik
lalu pergi menuju ke kerumunan anak-anak yang sedang menunggunya.
"Aku kok jadi blank gini, mana
tuh cowok nggak mau minta maaf, memangnya dia itu tak diajarkan untuk sopan
pada cewek" .
Ia berdiri matanya masih memandang pria itu yang sedang
asik bermain, tangannya mulai mengambil sesuatu didalam tasnya. Setelah
mendapatkan benda yang ia mau, ia tersenyum pada benda itu lalu menyiapkan
ancang-ancang.
Setelah ancang-ancang siap, dilemparkannya benda itu tepat ke kening pria itu. Balas dendam terbalaskan, pikirnya.
Tanpa merasa telah melakukan kesalahan apapun ia berbalik kembali bersandar
pada pohon lalu membaca novel yang sempat ia baca di perpus.
Langkah kaki yang semakin mendekat terdengar ditelinganya, suara langkah itu
berhenti tepat didepannya lalu mengambil novel itu lalu membuangnya begitu
saja. Ditariknya lengan gadis itu sehingga membuatnya saling berhadapan dengan
jarak yang sangat dekat.
Ditatapnya gadis itu dengan tatapan yang siap membunuh siapa saja yang telah
berani menganggu dirinya. Gadis itu memberanikan dirinya untuk membalas tatapan
yang begitu mengintimidasinya.
"Apa?" tanyanya karena pria itu hanya mencengkramnya yang semakin
lama semakin kuat tapi sebisa mungkin ia menahan rasa sakit itu.
"Ada yang bisa saya bantu tuan" ucapnya dengan nada yang begitu
mengejek, dia hanya ingin menghilangkan rasa gugupnya yang tiba-tiba saja
datang karena terlalu lama bertatapan dengan pria itu.
Pria itu melepaskan cengkramannya lalu menaruh benda yang terlempar ke
kepalanya sekarang berada di tangan gadis itu.
"Apa lu bodoh" ucapnya jutek lalu pergi meninggalkan gadis itu yang
kaget dengan 3 kata barusannya.
"Cowok sialan itu rupanya
beneran mau aku bunuh".
Tangannya mengepal menahan emosi yang siap meledak saat
ini juga, diaturnya napasnya yang mulai memburu.
"Cowok gila" teriaknya lalu mengambil tasnya dan pergi dari taman
itu.
"Selalu saja sial kalau aku
ketemu dia, mana kalau ngomong kasar banget, mimpi apa sih semalam sampai aku
harus ketemu dia lagi, arrrrgggghhhh".
"Kalau sampai aku ketemu lagi dengannya maka akan kupastikan aku akan
membunuhnya saat itu juga".
Camel
pov
Langsung kuhempaskan tubuhku ke sofa, aku terlalu malas
untuk naik ke lantai dua. Kuusap keningku untuk mengurangi emosi yang sempat
ada karena tuh cowok.
Cowok jutek plus nyebelin tingkat dewa, mana kalau ngomong sarkastik banget,
tuh mulut rasanya mau kurobek aja.
Sabar
Camel, kamu takkan pernah ketemu dia, ya aku nggak bakalan ketemu dia lagi.
Kupejamkan mataku sebentar lalu menghela napas lelah, padahal aku ingin
mengurangi stress ditaman itu gara-gara tugas yang numpuk tapi malah tambah
stress dan sakit hati gara-gara tuh cowok.
"Tapi dia manis saat tersenyum bersama anak-anak itu" eh nih mulut
kok malah puji dia sih, tau ah mending aku tidur.
Kuusap keningku yang
sakit merasakan benda keras baru
saja terlempar dikepalaku, pandanganku terlalu kabur untuk melihat benda itu
apalagi sinar matahari yang terlalu terang.
Kurasakan tubuhku yang mau jatuh tapi langsung ada yang menahannya dengan
memegang lenganku.
"Aku minta maaf, apa kamu baik-baik saja?" suaranya terlihat
khawatir, belum sempat aku melihatnya pandanganku sudah menggelap.
Kurasakan ada yang menepuk pipiku dengan pelan berusaha menyadarkanku, Kubuka
mataku dan sinar matahari yang terik langsung menyerang mataku, kutaruh lengan
kanan diatas wajahku berusaha menghalangi sinar yang ingin menusuk mataku.
"Minumlah" aku menoleh melihat seseorang yang tak kukenal, ia
menyodorkanku sebotol minuman.
Aku berusaha merubah posisiku dari yang terbaring menjadi duduk, aku melihat
sekitar dan merasa sangat asing dengan keadaan sekitar. Aku tak pernah kesini dan aku sangat
yakin tentang hal ini.
"Hei" aku berbalik menatapnya kembali, ia menatapku seraya memberikan
senyuman.
Deg.
Astaga perasaan apa nih? Kok aku jadi gini sih?
Ia sedikit membungkukkan badannya, tak kutepis tangannya yang menyentuh
keningku, aku merasakan gugup yang luar biasa.
"Syukurlah kamu baik-baik saja" ucapnya lalu memberikanku sebuah
senyuman yang membuatku harus membalas senyum manisnya.
"Kamu siapa?" tanyaku padanya, dia kembali berdiri tegak.
Senyuman diwajahnya masih tak hilang dari sudut bibirnya, dia mulai mengerakkan
mulutnya membentuk rangkaian kata yang akan diucapkannya padaku.
"Aku....".
Aku tersadar dan langsung membuka mataku selebar mungkin
karena merasakan ada yang mengguyur wajahku dengan air.
"Sialan" ucapku lalu kulihat ada dua orang yang sedang tertawa tapi
mempunyai gaya yang berbeda, yang satu hanya tertawa pelan sedangkan yang
satunya sedang tertawa lebar dan aku tau dia pasti pelaku utama saat ini
"Rese banget sih lu" ucapku lalu kuusap wajahku yang basah, kuharap
ini hanya air mineral bukan air got atau apapun yang dapat membahayakan
wajahku.
"Habisnya gue sudah bangunin elu tapi elunya nggak bangun-bangun jadi gue
siram aja air mineral gue yang masih tersisa setengah" syukurlah air
mineral, eh tapi tadi dia bilang tinggal setengah jangan bilang.
"Apa air itu bekas minuman lu?" tanyaku dan dia hanya mengangguk
dengan tampang polosnya yang bikin gue mau remas-remas tuh wajah.
Kulemparkan bantal sofa padanya dan dia berhasil menghindarinya, kulipat kedua
tanganku tanda aku marah padanya yang seenaknya saja membangunkanku dari
ingatan kecilku yang mulai rapuh.
Tapi ingatanku tentang itu masih saja terngiang dikepalaku, bahkan aku masih
bisa mengingat jelas tapi aku tak tau namanya bukan karena lupa tapi dia tidak
memberitauku yang kutau dia cuma bilang 'Sweet
Smile' dan kurasa itu benar.
Senyumannya memang sangat manis sesuai dengan teman-temannya yang sering
menjulukinya itu dan terbanding balik oleh si iblis hitam itu, kalau kuingat
perlakuannya di taman itu sangat menjengkalkan sekali padahal kejadiannya
hampir sama cuma yang membedakan dia tidak ada mengucapkan kata maaf sama
sekali.
Seolah-olah aku tidak pantas mendapatkan kata itu darinya, padahal itu hanya 4
huruf tapi sesusah itukah dia mengucapkan itu untukku dan kenapa juga aku malah
mempermasalahkannya.
Bodohlah itu mulutnya ya terserah dia kenapa juga aku harus sekesal ini.
"Woi Camel".
"Apa".
"Dih keluarkan juteknya, elu kenapa melamun gitu" ucapnya lalu duduk
disebelahku, kutatap dia dengan tatapan tajam karena masih tak terima dengan
perlakuannya.
"Suka-suka gue lah, apa urusannya sama elu" ucapku jutek lalu menatap kedepan, tatapanku jatuh melihatnya yang sedang tersenyum padaku.
"Suka-suka gue lah, apa urusannya sama elu" ucapku jutek lalu menatap kedepan, tatapanku jatuh melihatnya yang sedang tersenyum padaku.
"Hampir" ia hampir sama dengan orang itu, senyumannya juga manis.
"Hah? Apanya yang hampir?" aku kembali melihat orang yang duduk
disampingku dengan tatapan bingungnya, kujitak kepalanya lalu berdiri dan
berjalan ke tangga.
"Elu mau kemana?" teriaknya.
"Mau ganti bajulah bodoh" ucapku tanpa berbalik kearahnya.
°°°°°°°°°°°°
Kami sedikit membuat keributan kecil bukan karena bertengkar tapi tingkah
konyol Andre yang terlalu kekanak-kanakkan menurutku.
"Bisa nggak sih elu nggak malu-maluin gue" ucapku seraya menahan
tawaku yang melihatnya sedang menaruh sumpit di belakang kedua daun telinganya
yang seperti menyerupai tanduk kalau tidak ada dedaunan diatasnya
"Hentikan Dre" ucap Han mungkin dia malu apalagi banyak yang melihat
kearah kami dengan tatapan yang entahlah sulit untuk kumengerti atau karena aku
memang tak mau mengerti.
"Yah, elu nggak seru ah, gue kan cuma mau menghibur diri doang dengan
bertindak gila" ucapnya tapi tetap menjauhkan sumpitan itu dari
telinganya.
Han hanya menggelengkan kepalanya lalu kembali fokus ke handphonenya lalu
seutas senyum muncul menghiasi wajahnya. kurasa itu dari pacarnya, kubur saja
harapanmu Camel.
Aku menoleh ke arah jam 11 melihatnya yang sedang sibuk dengan kameranya. Kuperhatikan
lebih lekat dan memang benar itu dia dan seperti biasanya dia selalu memakai
pakaian berwarna hitam kaya nggak punya baju warna lain aja.
Tapi ada yang sedikit berbeda dari kemarin dan tadi siang, kancing kemeja
atasnya terbuka dan lengan bajunya juga dilipat sampai siku ditambah dia
memakai kacamata putih sehingga matanya yang hitam itu terlihat jelas dan itu
sangat sexy.
'What SEXY gue pasti gila sampai menyebutkan kata itu seraya menatapnya'
"Elu kenapa geleng-geleng gitu" ucap Andre yang melihatku seperti
orang aneh, Han yang mendengar penuturan Andre ikut melihatku.
"Gue cuma mengasihani diri gue karena harus dekat sama lu" ucapku
berbohong dan dia langsung menjitak kepalaku dan kubalas dengan juluran lidah.
Kembali mataku memandang kearahnya, aku tak bisa menghentikan mataku yang terus
menatapnya padahal tak sesuai dengan keinginanku seharusnya aku tak memandang
kearahnya bisa saja dia sadar dan memergokiku yang menatapnya lalu melemparkan
kata-kata pedasnya.
Tapi
kurasa itu takkan terjadi karena ada seseorang yang menghampirinya, dia tinggi
apalagi ditambah memakai high hells yang menurutku semakin membuatnya seperti
orang profesional, drees berwarna biru laut pas jatuh ketubuhnya sehingga
panjangnya diatas lutut, rambutnya dibiarkan tergerai.
Apa dia model apalagi ditambah parasnya yang cantik dan hei dia tersenyum pada
gadis itu, apa dia pacarnya.
Kurasa aku lupa akan kataku tadi siang
yang akan membunuhnya kalau ketemu lagi tapi kurasa aku yang terbunuh sekarang
bukan dia yang sedang tersenyum seperti tadi siang.pingin tau kelanjutannya ??? tetap tunggu nanti akan di update lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar